Diceritakan dalam pakeliran wayang purwa lakon Semar Mantu, tersebutlah seorang pemuda kampung bernama Bambang Senet berniat melamar putri Prabu Kresna di Kerajaan Dwarawati. Terjadi dilema di Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna dibingungkan karena dua pilihan yang sukar untuk ditetapkan. Sebagai utusan Semar untuk lamaran Bambang Senet meminang Siti Sundari, Petruk datang terlebih dulu. Begitupun, pada saat yang tak selang lama, datang Prabu Baladewa, wakil dari putra mahkota Astina, Lesmana Mandrakumara, menyatakan lamaran yang sama.
Prabu Kresna tidak bisa menolak keinginan kakaknya. Akan tetapi Prabu Kresna juga sulit menolak lamaran Petruk. Meskipun dipandang dari segi derajatnya, Petruk adalah golongan rakyat biasa, sedang Lesmana Mandrakumara lebih sejajar dengan kedudukannya karena dia putra Prabu Duryudana. Kebijakan Prabu Kresna mendapatkan ujiannya. Dalam urusan seperti itu, tidak boleh dibedakan harkat, martabat dan derajat. Persoalan jodoh dan nasib adalah semata kehendak takdir. Meskipun sebagai wali Siti Sundari, ia berhak menentukan syarat bibit bobot bebet. Akan tetapi Prabu Kresna tidak gegabah dan sangat hati-hati menjatuhkan keputusan.
Demi dilihat Prabu Kresna gundah, Prabu Baladewa duta pinangan Prabu Duryudana untuk Lesmana Mandrakumara memaksakan kehendak agar lebih mendengar sarannya. Tentu Kresna akan lebih memandang Baladewa daripada Petruk. Tidak akan memperkenankan Siti Sundari yang ningrat itu diboyong Petruk yang hanya rakyat jelata. Prabu Kresna harus berpihak kepadanya. Hitam di atas putih memberatkan itu. Apalagi Lesmana Mandrakumara adalah putra seorang raja besar dengan kedudukan terhormat. Sepantasnya apabila Siti Sundari dipersandingkan dengan Lesmana Mandrakumara.
Akan tetapi, Petruk yang pintar berdiplomasi juga menawarkan logika matang kepada Prabu Kresna. Ia menegaskan sebuah timbangan kepada Prabu Kresna.
“Dalam urusan jodoh, apalah arti derajat dan pangkat? Jika naluri telah terpisah dari nurani, perjodohan hanya akan membawa kehancuran. Bukankah begitu, Paduka?”
Dikatakan Petruk, meskipun Bambang Senet, adiknya itu hanyalah seorang pemuda kampung dan hanyalah kalangan rakyat biasa pula, akan tetapi dalam hitungan bobot kemanusiaan, ia banyak bisa dan mumpuni. Tingkah lakunya sopan dan tidak suka berbuat kesusahan bagi orang lain. Senet hanyalah seorang pemuda gunung. Tetapi ia pemuda yang sarat dengan segala ilmu kebatinan dan kesaktian. Ia seorang pemuda yang ringan tangan, suka menolong yang kesusahan, serta rendah hati, tidak suka pamer, meskipun ia punya kelebihan.
Maka sebagai seorang pemuda yang telah cukup umur dan cukup ilmu, beralasan bagi Bambang Senet menginginkan seorang putri untuk jodohnya. Sekalipun putri itu adalah anak seorang raja. Perkawinan adalah ukuran pertautan cinta kedua belah pihak. Laki-laki dan perempuan dengan saling ketertarikan dan berinteraksi satu sama lain membentuk ikatan batin. Bukan pada tingkat derajat dan pangkat, dasar penetapan tali-tali pertautan itu. Akan tetapi perasaan cinta yang kemudian melahirkan cipta, rasa dan karsa. Bila ketiga hal tersebut telah dimiliki oleh pria dan wanita yang cukup umur, maka layaklah mereka memasuki alam rumah tangga. Tak ada alasan Prabu Kresna menolak lamaran Bambang Senet hanya karena ia pemuda dari kalangan rakyat biasa.
Prabu Kresna merenungkan perkataan Petruk. Raja Dwarawati ini sejenak terhenyak. Tetapi bagaimanapun kebenaran yang disampaikan Petruk, terganjal pula hatinya untuk membuat putusan karena perasaan segan kepada kakaknya. Dibuatlah sayembara sebagai jalan tengah. Hanya pemuda yang tangguh berhak meminang putrinya. Barang siapa bisa memenuhinya, dialah yang boleh dan pantas memperistri Siti Sundari.
Sayembara berisikan syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi. Calon pengantin pria harus menyediakan; Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru untuk kembar mayang, Kereta Jatisura sebagai kendaraan pengantin pria, Kebondanu 40 ekor pancal panggung untuk tontonan kirab, Wanara Seta sebagai penari pengatur langkah, Gamelan Lokananta untuk memeriahkan pengantin, diiringi dua patah kembar dan tujuh bidadari sebagai putri domas, Parijata Kencana untuk tarub tetumbuhan, serta dihadiri undangan seribu negara.
Bagi Prabu Baladewa syarat-syarat tersebut dirasakan sebagai penolakan halus terhadap lamarannya. Tetapi Prabu Baladewa sadar setelah merenungkannya bahwa persyaratan yang demikian itu hanyalah cara sang adik untuk menyaring calon yang pantas berjodoh dengan putrinya. Baladewa menyadari, kalau Lesmana akhirnya dianggap orang yang terlalu lemah sebagai suami Siti Sundari. Sedang bagi Petruk, segala persyaratan yang diajukan Prabu Kresna tersebut ditanggapinya dengan antusias dan penuh percaya diri.
Setelah sampai di Padukuhan Karang Kadempel, Petruk menceritakan semua kejadian yang dialaminya di Dwarawati berkaitan dengan tugas sebagai wakil bagi kepentingan Senet, adiknya. Demi mendengarkan penuturan Petruk, mantap hati Semar mengangguk-anggukkan kepala. Ayah para Panakawan yang waskita ini seakan memahami jalan pikiran Prabu Kresna.
Demi mendengar Semar akan mempunyai hajat menikahkan anak angkatnya. Semua Pandawa dan para ksatria datang ke Karang Kadempel dengan niat membantu kerepotan pamomongnya itu. Semar senang menerima kedatangan para ksatria asuhannya tersebut. Lalu ia membagi tugas. Arjuna ditugaskan mencari Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru dan meminjam Gamelan Lokananta di Kahyangan Rinjamaya. Karena kayu itu hanya tumbuh disana. Dan gamelan itu milik Kahyangan Suralaya yang dijaga Dewa Indra.
Sedang Gatotkaca ditugaskan meminjam 40 Kebondanu milik Dewa Brahma. Antasena diberi tugas mencari Resi Anoman. Karena Wanara Seta untuk hiburan pengatur langkah itu, tiada lain hanyalah Anoman adanya. Bima juga kebagian tugas meminjam Kereta Jatisura milik Prabu Bisawarna di Kerajaan Singgela sekaligus memberi undangan menyebarkan undangan ke seribu negara. Ketiga Panakawan diberi tugas mengupaya tarub dan persiapan di Karang Kadempel. Puntadewa dan para satria lainnya dimintanya sebagai adeg-adeg (penerima tamu dan sebagainya). Sedang Parijata Kencana dan bidadari sebagai domas adalah urusan Semar dan Kanastren, istrinya.
Singkat cerita, semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi. Dengan kerja keras para ksatria yang menjalankan tugas, Semar mendapat keberhasilan memenuhi syarat Prabu Kresna. Bahkan dalam menjalankan tugasnya, para ksatria yang diutus telah juga melakukan kebaikan bagi sesama. Seperti apa yang telah dilakukan Bima, tidak perlu ia menghubungi raja-raja dari satu negara ke negara lainnya, tapi berkat jasanya seribu negara itu akhirnya datang dengan sukarela kepadanya. Pada saat ia berkunjung ke Kerajaan Singgela menemui Prabu Bisawarna untuk meminjam kereta Jatisura, dikatakan sang raja, bahwa saat itu Singgela dan banyak negara sedang menerima penghinaan ditaklukkan oleh seorang Raja yang sakti tapi lalim dari negeri Magada bernama Prabu Jarasanda. Seribu negara takluk di bawah telapak kakinya dan kemudian diperbudaknya. Bisawarna menyanggupi meminjamkan Kereta Jatisura kepada Bima dengan syarat dapat mengeluarkan penderitaan dari penindasan Raja Magada ini.
Demi memperjuangkan keadilan, kesanggupan adalah kewajiban bagi Bima. Disatru Prabu Jarasanda dari Negeri Magada oleh Bima. Bima menggempur Magada dengan segenap tenaga. Ditaklukkan Prabu Jarasanda oleh Bima akhirnya. Bima meminta seribu negara yang dijajah Jarasanda agar dibebaskan. Jarasanda yang takluk, meloloskan permintaan Bima. Dibebaskan seribu negara tanpa syarat.
Sebagai rasa terima kasihnya kepada Bima, Raja seribu negara bersedia menghadiri undangan pernikahan Bambang Senet dan Siti Sundari di Karang Kadempel. Begitupun Prabu Bisawarna bersuka cita meminjamkan Kereta Jatisura kepada Bima, bahkan ia menyediakan diri sebagai saisnya.
Setelah semua syarat terpenuhi, Prabu Kresna mempertemukan putrinya dengan Bambang Senet. Alangkah terkejut semua yang hadir. Pernikahan agung terjadi di Karang Kadempel, sebuah desa yang dihuni abdi sahaya Semar. Terkuak pada akhirnya jati diri Bambang Senet putra angkat Semar. Abimanyu, putra Arjuna yang ingin dimuliakan hidupnya oleh Semar pengasuhnya. Semakin mashyur pernikahan itu bagi kedua wangsa, Pandawa dan Prabu Kresna. Mengingatkan dulu pernikahan agung pada Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Inilah maksud diketemukannya kembali sorga yang hilang itu. Yang ditemukan dan ditangkap pemuda sederhana yang luhur dan baik budi generasi keturunan Pandawa.
Siti Sundari pengantin wanita ibarat bidadari Sri ngejawantah (turun ke bumi). Segala keluwesan dan keelokannya menyapu segala keangkuhan putri ningrat yang tersandang padanya. Abimanyu, anak Arjuna yang lembut budi, serasi dalam gamit manja mempelai putri. Kedua pengantin hidup bahagia di atas singgana pelaminan Karang Kadempel.
Dalam kisah versi lain, yakni lakon Bambang Senet diceritakan, Bilung sedang dilanda gandrung kasmaran. Ingin ia dikawinkan dengan Siti Sundari, putri Prabu Kresna. Ia ungkapkan hasratnya ini dengan rengekan dan ratap tangis kepada Togog. Bilung dan Togog, dalam pewayangan suka disebutkan sebagai abdi pengasuhnya para ksatria berwatak songar. Setiap saat mereka selalu mengingatkan kepada siapa pun tuan pengasuhnya, agar tidak berbuat jahat, dan senantiasa kembali ke jalan kebenaran. Tapi, selalu saja niatnya itu kandas.
Ketika mendengar niat Bilung, sohibnya minta dikawinkan dengan putri Kresna, tertawalah Togog. Dikatakan Togog niat Bilung tersebut sebagai “Cebol nggayuh lintang’ (seorang kerdil menggapai bulan). Meski begitu, Bilung pun tetap bergeming dengan niatnya.
Disebabkan iba dan prihatin karena penderitaan Bilung. Kian hari badan Bilung makin kurus. Kehilangan nafsu makan ataupun kesenangan lainnya, suka melamun dan mengigau ketika tidur. Akhirnya Togog bersedia membantu hasrat sohib sejawatnya itu.
Togog berkata kepada Bilung, bahwa tak mungkin Siti Sundari mau menerima kasmarannya bila Bilung dalam wujud seperti itu.
Setelah mengheningkan cipta sesaat, Togog membuat diri sejawatnya tersebut berubah ujud. Berubahlah paras jelek Bilung Sarawita menjadi ksatria tampan dalam sekejab. Lantas kemudian Bilung diberikan nama Teja Kusuma.
Sedang Togog sendiri merubah pula rupanya menjadi seorang Resi dengan nama Begawan Nindya Gupita.
Dengan sembunyi-sembunyi dan berbekal mantra aji Panglimunan, Teja Kusuma dan Nindya Gupita, berhasil menemui putri Kresna itu di taman Keputrian Dwarawati.
Mendapati sikap Siti Sundari yang menolak kehadiran mereka, bahkan histeris ketika didekati, maka diculiknya putri itu dan dibawa kabur. Kerajaan Dwarawati gempar. Karena bingung, Kresna membuat sayembara, barang siapa bisa mengembalikan sang putri dan menangkap malingnya, akan dinikahkan dengan Siti Sundari.
Banyak satria berebut duluan memenuhi sayembara tersebut. Sudah sejak lama para satria dan pemuda tertarik dengan putri agung Dwarawati ini. Namun karena kharisma Kresna, mereka tak berani mengungkapkan hasrat itu. Ketika ada kesempatan seperti itu, mereka bergegas memanfaatkan sebaik-baiknya peluang tersebut. Berduyun-duyun para pemuda, duda dari berbagai kalangan dan latar belakang mereka-daya mencari hilangnya sang putri dan memburu malingnya.
Pencarian disertai hasrat yang meledak-ledak. Diketemukan pula akhirnya persembunyian penculik Siti Sundari. Tapi sekalipun mengetahui penculiknya, para ksatria tak berdaya menghadapi kesaktian Teja Kusuma dan Nindya Gupita. Kedua orang ini teramat tangguh dan sukar dikalahkan.
Dengan penyamaran sebagai rakyat biasa bernama Bambang Senet, Abimanyu yang diiringi Panakawan, telah sampai pula di hadapan Nindya Gupita dan Teja Kusuma. Karena kedatangan Bambang Senet ingin meminta kembali Siti Sundari, menyebabkan Teja Kusuma marah, dan memberi pilihan kepada Bambang Senet. Boleh membawa putri itu bila ia sanggup mengalahkannya. Bagi Bambang Senet yang telah berniat mempersiapkan segala sesuatu untuk mengembalikan putri itu ke Dwarawati, tantangan itu disahutinya dengan serangan. Tak percuma tekad Senet ini, dengan sebat ia mampu menandingi Teja Kusuma. Bahkan andai saja tak segera datang Nindya Gupita, dihabisi segera Teja Kusuma.
Berganti musuh dengan Begawan sakti ini, Senet kewalahan. Akan tetapi Semar tak membiarkan kekalahan anaknya. Dengan kentut sakti, Semar berhasil meringkus kedua penculik ini. Akhirnya Teja Kusuma dan Nindya Gupita kembali ke wujud semula menjadi Bilung dan Togog.
Bilung pun gagal memperistri Siti Sundari. Begitu pula dengan kisah-kisah seterusnya. Bila menginginkan putri-putri cantik untuk diperistri, selalu gagal ia mendapatkannya. Begitupun selalu saja Togog dibuat repot dan malu karena perbuatan sohib, teman seiringnya ini. Kemanapun Togog dan Bilung menjalankan tugas, mengiring para ksatria berwatak sora (mudah marah dan jahat), senantiasa mereka mengalami kegagalan.
sumber : http://baltyra.com/2013/02/24/semar-mantu/
Prabu Kresna tidak bisa menolak keinginan kakaknya. Akan tetapi Prabu Kresna juga sulit menolak lamaran Petruk. Meskipun dipandang dari segi derajatnya, Petruk adalah golongan rakyat biasa, sedang Lesmana Mandrakumara lebih sejajar dengan kedudukannya karena dia putra Prabu Duryudana. Kebijakan Prabu Kresna mendapatkan ujiannya. Dalam urusan seperti itu, tidak boleh dibedakan harkat, martabat dan derajat. Persoalan jodoh dan nasib adalah semata kehendak takdir. Meskipun sebagai wali Siti Sundari, ia berhak menentukan syarat bibit bobot bebet. Akan tetapi Prabu Kresna tidak gegabah dan sangat hati-hati menjatuhkan keputusan.
Demi dilihat Prabu Kresna gundah, Prabu Baladewa duta pinangan Prabu Duryudana untuk Lesmana Mandrakumara memaksakan kehendak agar lebih mendengar sarannya. Tentu Kresna akan lebih memandang Baladewa daripada Petruk. Tidak akan memperkenankan Siti Sundari yang ningrat itu diboyong Petruk yang hanya rakyat jelata. Prabu Kresna harus berpihak kepadanya. Hitam di atas putih memberatkan itu. Apalagi Lesmana Mandrakumara adalah putra seorang raja besar dengan kedudukan terhormat. Sepantasnya apabila Siti Sundari dipersandingkan dengan Lesmana Mandrakumara.
Akan tetapi, Petruk yang pintar berdiplomasi juga menawarkan logika matang kepada Prabu Kresna. Ia menegaskan sebuah timbangan kepada Prabu Kresna.
“Dalam urusan jodoh, apalah arti derajat dan pangkat? Jika naluri telah terpisah dari nurani, perjodohan hanya akan membawa kehancuran. Bukankah begitu, Paduka?”
Dikatakan Petruk, meskipun Bambang Senet, adiknya itu hanyalah seorang pemuda kampung dan hanyalah kalangan rakyat biasa pula, akan tetapi dalam hitungan bobot kemanusiaan, ia banyak bisa dan mumpuni. Tingkah lakunya sopan dan tidak suka berbuat kesusahan bagi orang lain. Senet hanyalah seorang pemuda gunung. Tetapi ia pemuda yang sarat dengan segala ilmu kebatinan dan kesaktian. Ia seorang pemuda yang ringan tangan, suka menolong yang kesusahan, serta rendah hati, tidak suka pamer, meskipun ia punya kelebihan.
Maka sebagai seorang pemuda yang telah cukup umur dan cukup ilmu, beralasan bagi Bambang Senet menginginkan seorang putri untuk jodohnya. Sekalipun putri itu adalah anak seorang raja. Perkawinan adalah ukuran pertautan cinta kedua belah pihak. Laki-laki dan perempuan dengan saling ketertarikan dan berinteraksi satu sama lain membentuk ikatan batin. Bukan pada tingkat derajat dan pangkat, dasar penetapan tali-tali pertautan itu. Akan tetapi perasaan cinta yang kemudian melahirkan cipta, rasa dan karsa. Bila ketiga hal tersebut telah dimiliki oleh pria dan wanita yang cukup umur, maka layaklah mereka memasuki alam rumah tangga. Tak ada alasan Prabu Kresna menolak lamaran Bambang Senet hanya karena ia pemuda dari kalangan rakyat biasa.
Prabu Kresna merenungkan perkataan Petruk. Raja Dwarawati ini sejenak terhenyak. Tetapi bagaimanapun kebenaran yang disampaikan Petruk, terganjal pula hatinya untuk membuat putusan karena perasaan segan kepada kakaknya. Dibuatlah sayembara sebagai jalan tengah. Hanya pemuda yang tangguh berhak meminang putrinya. Barang siapa bisa memenuhinya, dialah yang boleh dan pantas memperistri Siti Sundari.
Sayembara berisikan syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi. Calon pengantin pria harus menyediakan; Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru untuk kembar mayang, Kereta Jatisura sebagai kendaraan pengantin pria, Kebondanu 40 ekor pancal panggung untuk tontonan kirab, Wanara Seta sebagai penari pengatur langkah, Gamelan Lokananta untuk memeriahkan pengantin, diiringi dua patah kembar dan tujuh bidadari sebagai putri domas, Parijata Kencana untuk tarub tetumbuhan, serta dihadiri undangan seribu negara.
Bagi Prabu Baladewa syarat-syarat tersebut dirasakan sebagai penolakan halus terhadap lamarannya. Tetapi Prabu Baladewa sadar setelah merenungkannya bahwa persyaratan yang demikian itu hanyalah cara sang adik untuk menyaring calon yang pantas berjodoh dengan putrinya. Baladewa menyadari, kalau Lesmana akhirnya dianggap orang yang terlalu lemah sebagai suami Siti Sundari. Sedang bagi Petruk, segala persyaratan yang diajukan Prabu Kresna tersebut ditanggapinya dengan antusias dan penuh percaya diri.
Setelah sampai di Padukuhan Karang Kadempel, Petruk menceritakan semua kejadian yang dialaminya di Dwarawati berkaitan dengan tugas sebagai wakil bagi kepentingan Senet, adiknya. Demi mendengarkan penuturan Petruk, mantap hati Semar mengangguk-anggukkan kepala. Ayah para Panakawan yang waskita ini seakan memahami jalan pikiran Prabu Kresna.
Demi mendengar Semar akan mempunyai hajat menikahkan anak angkatnya. Semua Pandawa dan para ksatria datang ke Karang Kadempel dengan niat membantu kerepotan pamomongnya itu. Semar senang menerima kedatangan para ksatria asuhannya tersebut. Lalu ia membagi tugas. Arjuna ditugaskan mencari Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru dan meminjam Gamelan Lokananta di Kahyangan Rinjamaya. Karena kayu itu hanya tumbuh disana. Dan gamelan itu milik Kahyangan Suralaya yang dijaga Dewa Indra.
Sedang Gatotkaca ditugaskan meminjam 40 Kebondanu milik Dewa Brahma. Antasena diberi tugas mencari Resi Anoman. Karena Wanara Seta untuk hiburan pengatur langkah itu, tiada lain hanyalah Anoman adanya. Bima juga kebagian tugas meminjam Kereta Jatisura milik Prabu Bisawarna di Kerajaan Singgela sekaligus memberi undangan menyebarkan undangan ke seribu negara. Ketiga Panakawan diberi tugas mengupaya tarub dan persiapan di Karang Kadempel. Puntadewa dan para satria lainnya dimintanya sebagai adeg-adeg (penerima tamu dan sebagainya). Sedang Parijata Kencana dan bidadari sebagai domas adalah urusan Semar dan Kanastren, istrinya.
Singkat cerita, semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi. Dengan kerja keras para ksatria yang menjalankan tugas, Semar mendapat keberhasilan memenuhi syarat Prabu Kresna. Bahkan dalam menjalankan tugasnya, para ksatria yang diutus telah juga melakukan kebaikan bagi sesama. Seperti apa yang telah dilakukan Bima, tidak perlu ia menghubungi raja-raja dari satu negara ke negara lainnya, tapi berkat jasanya seribu negara itu akhirnya datang dengan sukarela kepadanya. Pada saat ia berkunjung ke Kerajaan Singgela menemui Prabu Bisawarna untuk meminjam kereta Jatisura, dikatakan sang raja, bahwa saat itu Singgela dan banyak negara sedang menerima penghinaan ditaklukkan oleh seorang Raja yang sakti tapi lalim dari negeri Magada bernama Prabu Jarasanda. Seribu negara takluk di bawah telapak kakinya dan kemudian diperbudaknya. Bisawarna menyanggupi meminjamkan Kereta Jatisura kepada Bima dengan syarat dapat mengeluarkan penderitaan dari penindasan Raja Magada ini.
Demi memperjuangkan keadilan, kesanggupan adalah kewajiban bagi Bima. Disatru Prabu Jarasanda dari Negeri Magada oleh Bima. Bima menggempur Magada dengan segenap tenaga. Ditaklukkan Prabu Jarasanda oleh Bima akhirnya. Bima meminta seribu negara yang dijajah Jarasanda agar dibebaskan. Jarasanda yang takluk, meloloskan permintaan Bima. Dibebaskan seribu negara tanpa syarat.
Sebagai rasa terima kasihnya kepada Bima, Raja seribu negara bersedia menghadiri undangan pernikahan Bambang Senet dan Siti Sundari di Karang Kadempel. Begitupun Prabu Bisawarna bersuka cita meminjamkan Kereta Jatisura kepada Bima, bahkan ia menyediakan diri sebagai saisnya.
Setelah semua syarat terpenuhi, Prabu Kresna mempertemukan putrinya dengan Bambang Senet. Alangkah terkejut semua yang hadir. Pernikahan agung terjadi di Karang Kadempel, sebuah desa yang dihuni abdi sahaya Semar. Terkuak pada akhirnya jati diri Bambang Senet putra angkat Semar. Abimanyu, putra Arjuna yang ingin dimuliakan hidupnya oleh Semar pengasuhnya. Semakin mashyur pernikahan itu bagi kedua wangsa, Pandawa dan Prabu Kresna. Mengingatkan dulu pernikahan agung pada Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Inilah maksud diketemukannya kembali sorga yang hilang itu. Yang ditemukan dan ditangkap pemuda sederhana yang luhur dan baik budi generasi keturunan Pandawa.
Siti Sundari pengantin wanita ibarat bidadari Sri ngejawantah (turun ke bumi). Segala keluwesan dan keelokannya menyapu segala keangkuhan putri ningrat yang tersandang padanya. Abimanyu, anak Arjuna yang lembut budi, serasi dalam gamit manja mempelai putri. Kedua pengantin hidup bahagia di atas singgana pelaminan Karang Kadempel.
Dalam kisah versi lain, yakni lakon Bambang Senet diceritakan, Bilung sedang dilanda gandrung kasmaran. Ingin ia dikawinkan dengan Siti Sundari, putri Prabu Kresna. Ia ungkapkan hasratnya ini dengan rengekan dan ratap tangis kepada Togog. Bilung dan Togog, dalam pewayangan suka disebutkan sebagai abdi pengasuhnya para ksatria berwatak songar. Setiap saat mereka selalu mengingatkan kepada siapa pun tuan pengasuhnya, agar tidak berbuat jahat, dan senantiasa kembali ke jalan kebenaran. Tapi, selalu saja niatnya itu kandas.
Ketika mendengar niat Bilung, sohibnya minta dikawinkan dengan putri Kresna, tertawalah Togog. Dikatakan Togog niat Bilung tersebut sebagai “Cebol nggayuh lintang’ (seorang kerdil menggapai bulan). Meski begitu, Bilung pun tetap bergeming dengan niatnya.
Disebabkan iba dan prihatin karena penderitaan Bilung. Kian hari badan Bilung makin kurus. Kehilangan nafsu makan ataupun kesenangan lainnya, suka melamun dan mengigau ketika tidur. Akhirnya Togog bersedia membantu hasrat sohib sejawatnya itu.
Togog berkata kepada Bilung, bahwa tak mungkin Siti Sundari mau menerima kasmarannya bila Bilung dalam wujud seperti itu.
Setelah mengheningkan cipta sesaat, Togog membuat diri sejawatnya tersebut berubah ujud. Berubahlah paras jelek Bilung Sarawita menjadi ksatria tampan dalam sekejab. Lantas kemudian Bilung diberikan nama Teja Kusuma.
Sedang Togog sendiri merubah pula rupanya menjadi seorang Resi dengan nama Begawan Nindya Gupita.
Dengan sembunyi-sembunyi dan berbekal mantra aji Panglimunan, Teja Kusuma dan Nindya Gupita, berhasil menemui putri Kresna itu di taman Keputrian Dwarawati.
Mendapati sikap Siti Sundari yang menolak kehadiran mereka, bahkan histeris ketika didekati, maka diculiknya putri itu dan dibawa kabur. Kerajaan Dwarawati gempar. Karena bingung, Kresna membuat sayembara, barang siapa bisa mengembalikan sang putri dan menangkap malingnya, akan dinikahkan dengan Siti Sundari.
Banyak satria berebut duluan memenuhi sayembara tersebut. Sudah sejak lama para satria dan pemuda tertarik dengan putri agung Dwarawati ini. Namun karena kharisma Kresna, mereka tak berani mengungkapkan hasrat itu. Ketika ada kesempatan seperti itu, mereka bergegas memanfaatkan sebaik-baiknya peluang tersebut. Berduyun-duyun para pemuda, duda dari berbagai kalangan dan latar belakang mereka-daya mencari hilangnya sang putri dan memburu malingnya.
Pencarian disertai hasrat yang meledak-ledak. Diketemukan pula akhirnya persembunyian penculik Siti Sundari. Tapi sekalipun mengetahui penculiknya, para ksatria tak berdaya menghadapi kesaktian Teja Kusuma dan Nindya Gupita. Kedua orang ini teramat tangguh dan sukar dikalahkan.
Dengan penyamaran sebagai rakyat biasa bernama Bambang Senet, Abimanyu yang diiringi Panakawan, telah sampai pula di hadapan Nindya Gupita dan Teja Kusuma. Karena kedatangan Bambang Senet ingin meminta kembali Siti Sundari, menyebabkan Teja Kusuma marah, dan memberi pilihan kepada Bambang Senet. Boleh membawa putri itu bila ia sanggup mengalahkannya. Bagi Bambang Senet yang telah berniat mempersiapkan segala sesuatu untuk mengembalikan putri itu ke Dwarawati, tantangan itu disahutinya dengan serangan. Tak percuma tekad Senet ini, dengan sebat ia mampu menandingi Teja Kusuma. Bahkan andai saja tak segera datang Nindya Gupita, dihabisi segera Teja Kusuma.
Berganti musuh dengan Begawan sakti ini, Senet kewalahan. Akan tetapi Semar tak membiarkan kekalahan anaknya. Dengan kentut sakti, Semar berhasil meringkus kedua penculik ini. Akhirnya Teja Kusuma dan Nindya Gupita kembali ke wujud semula menjadi Bilung dan Togog.
Bilung pun gagal memperistri Siti Sundari. Begitu pula dengan kisah-kisah seterusnya. Bila menginginkan putri-putri cantik untuk diperistri, selalu gagal ia mendapatkannya. Begitupun selalu saja Togog dibuat repot dan malu karena perbuatan sohib, teman seiringnya ini. Kemanapun Togog dan Bilung menjalankan tugas, mengiring para ksatria berwatak sora (mudah marah dan jahat), senantiasa mereka mengalami kegagalan.
sumber : http://baltyra.com/2013/02/24/semar-mantu/