Senin, 27 April 2020

Perlawanan Rakyat Goa Terhadap VOC

Wawan Setiawan Tirta
Di Sulawesi Selatan pada abad 17 telah muncul beberapa kerajaan kecil, seperti Goa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut yang kemudian muncul sebagai kerajaan besar ialah Goa dan Tallo. Keduanya lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar.

Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang pusat pemerintahannya berada di Somba Opu. Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Barang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga melakukan bongkar muat di Somba Opu.

VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Goa dan menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. Berbagai upaya untuk melemahkan posisi Goa terus dilakukan. Pada tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal.

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Sultan Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya menetang monopoli Belanda. Usaha-usaha penetrasi kekuasaan terhadap Makassar dilakukan oleh VOC dalam rangka melaksanakan politik monopoli perdagangan.
kerajaan tersebut yang kemudian muncul sebagai kerajaan besar ialah Goa dan Tallo Perlawanan Rakyat Goa Terhadap VOC
Raja Goa, Sultan Hasanuddin ingin menghentikan dan menentang ambisi VOC yang memaksakan monopoli di Goa. Beberapa benteng pertahanan mulai dipersiapkan dan beberapa sekutu Goa mulai dikoordinasikan. VOC menjalankan politik devide et impera dengan menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.

Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Goa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon dan juga orang-orang Bugis di bawah Aru Palaka.

Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin dan berhasil mendesak pasukan Hasanuddin.

Benteng pertahanan tentara Goa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Sultan Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.
  1. Wilayah Makassar terbatas pada Goa. Wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.
  2. Goa harus mengakui hak monopoli VOC
  3. Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa.
  4. Goa harus membayar biaya perang.

Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC namun dapat dipadamkan oleh VOC. Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin harus melaksanakan isi Perjanjian Bongaya. Bahkan benteng pertahanan rakyat Goa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu kemudian oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.